Selasa, 10 Maret 2015

Radiasi nuklir

radiasi nuklir merupakan isu yang beredar pesat diberbagai pemberitaan media. Isu tersebut berasal dari Negara Jepang pasca terjadinya gempa dan tsunami. Akibat terjadinya gempa dan tsunami inilah yang menyebabkan kebocoran reaktor nuklir di Fukushima, Jepang. Radius daerah yang terkena kontaminasi secara langsung diperkirakan hanya mencapai 20 km. 
Indonesia dipastikan aman dari kontak langsung dari radiasi nuklir tersebut. Namun, jika terjadi akan berdampak besar bagi seluruh negara di dunia ini, walaupun tidak terkontak langsung. Hal ini disebabkan, penularan akibat dari penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi nuklir sangat berbahaya. Penularan tersebut dapat melalui udara, air, tanah, makanan, minuman, terlebih lagi dari korban penderita penyakit radiasi nuklir.
Para pecinta masakan segar ala fastfood dari Jepang patut waspada karena radiasi ini juga bisa menular melalui makanan. Pemerintah akan melakukan tes makanan segar seperti daging dan sayuran serta produk segar laut. Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan mengawasi makanan olahan. Hal ini dilakukan untuk memastikan produk makanan impor Jepang bebas dari radiasi nuklir yang bisa berdampak pada kesehatan apalagi tingkat radiasi yang terbaca mencapai 8.217 microsievert (1 microsievert = 1/1000  rem).
Antisipasi akibat penularan yang ditimbulkan ini bukan hanya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tapi semua negara di dunia sibuk akan melakukannya. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dampak yang ditimbulkan oleh penularan ini adalah berupa penyakit yang tanda-tandanya sangat susah dilihat secara langsung sehingga berefek panjang dan ujung-ujungnya mematikan.
Kebocoran reaktor nuklir terburuk dalam catatan sejarah pernah terjadi di Chernobyl, Ukraina pada April 1986. Selain memicu evakuasi ribuan warga di sekitar lokasi kejadian, dampak kesehatan masih dirasakan para korban hingga bertahun-tahun kemudian, misalnya kanker, gangguan kardiovaskular, dan bahkan kematian. Sejarah sudah membuktikan banyaknya korban penderita bahkan kematian yang ditimbulkan oleh kebocoran reaktor nuklir saat itu.
Sifat dan Struktur Nuklir
Energi nuklir merupakan suatu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi dengan memiliki dua sifat khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh indera manusia dan dapat menembus beberapa jenis bahan. Dengan adanya sifat-sifat tersebut, maka untuk menentukan ada atau tidaknya radiasi nuklir, diperlukan suatu alat pengukur berupa peralatan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi.
Alat pendeteksi dan pengukur radiasi nuklir terdiri atas dua bagian, yaitu detektor dan peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu alat yang peka terhadap radiasi, yang apabila terkena pancaran radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan tertentu, sedangkan peralatan penunjang merupakan suatu peralatan elektronik yang berfungsi untuk mengubah tanggapan yang dihasilkan detektor menjadi suatu informasi yang dapat diamati oleh panca indera manusia atau dapat diolah lebih lanjut menjadi informasi yang berarti.
Di dalam reaktor nuklir terdapat radiasi neutron yang daya tembus sinarnya sangat besar. Radiasi ini ditimbulkan oleh adanya atom-atom dengan inti yang tidak stabil, karena komposisi penyusun inti tidak seimbang sehingga terjadi perubahan struktur inti dengan sendirinya. Perubahan struktur inti ini terjadi melalui transformasi yang dilakukan dengan proses peluruhan  sehingga melepaskan radiasi. Inti semacam ini disebut radioaktif. Zat radioaktif ini dijuluki sebagai pembunuh yang tak kelihatan, karena keberadaan dan bahayanya tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Zat inilah yang terdapat di dalam nuklir dan sangat berbahaya jika masuk ke tubuh manusia melalui radiasi.
Dampak Radiasi Nuklir
Secara umum, ada tiga gejala yang paling menentukan dan sangat mempengaruhi saat terjadinya radiasi nuklir. Ketiganya meliputi total radiasi yang dipejankan, seberapa dekat dengan sumber radiasi, dan yang terakhir adalah seberapa lama korban terpejan oleh radiasi. Faktor tersebut akan menentukan dampak apa yang akan dirasakan para korban. Radiasi yang tinggi bisa langsung memicu dampak sesaat yang langsung bisa diketahui, sementara radiasi yang tidak disadari bisa memicu dampak jangka panjang yang biasanya malah lebih berbahaya.
Dampak sesaat akibat radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir adalah mual muntah, diare, sakit kepala, dan demam. Sedangkan dampak yang muncul setelah beberapa hari terkena radiasi nuklir adalah pusing,  mata berkunang-kunang, disorientasi atau bingung menentukan arah, lemah, letih, tampak lesu, kerontokan rambut, muntah darah, tekanan darah rendah, dan luka susah sembuh. Dampak kronis alias jangka panjang dari radiasi nuklir umumnya justru dipicu oleh tingkat radiasi yang rendah sehingga tidak disadari dan tidak diantisipasi hingga bertahun-tahun. Beberapa dampak mematikan akibat paparan radiasi nuklir jangka panjang antara lain adalah kanker, penuaan dini, gangguan sistem saraf dan reproduksi, serta mutasi genetik. Tak hanya dampak tersebut, bahkan dampak terbesar ketika terkena radiasi nuklir yang biasa disebut Acute Radiation Syndrome (ARS) yang tingkatan tinggi maka efeknya makin cepat muncul atau dirasakan oleh korban dan makin besar pula peluang untuk menyebabkan kematian.
Sindrom semacam ini pernah dialami oleh korban pemboman Kora Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1986. Tingkat radiasi yang dilepaskan dalam peristiwa tersebut sangat tinggi sehingga memicu gejala yang sifatnya sangat akut. Kasus yang sama terjadi pada tahun 1986 di Chernobyl, sekitar 134 pekerja dan petugas pemadam kebakaran terpapar radiasi sebesar 80-1600 rem. Dari jumlah tersebur, dua orang tewas pada hari itu juga, sedangkan 23 orang menyusul dalam tiga bulan berikutnya. Semua itu karena berkontak langsung dengan radiasi nuklir.
Sementara itu, dampak yang mungkin teramati berdasarkan tingkat radiasinya adalah:
1. 5-10 rem
Terjadi keruasakan sel, perubahan komposisi kimia darah serta peningkatan resiko kanker. Pada paparan radiasi sebesar ini jarang ada gejala yang bisa diamati karena efeknya akan muncul dalam jangka panjang, yaitu antara 5-20 tahun kemudian.
2. 50-55 rem
Berbagai keluhan ringan seperti perut mual, kepala pusing dan rasa letih merupakan gejala yang sering dirasakan pada tingkatan ini. Kadang-kadamg disertai pengelupasan kulit, bibir kering, dan mata pedih.
3.    70-75 rem
Pada tingkatan ini, radiasi bisa menyebabkan orang muntah-muntah. Bagi yang lebih snsitif, rambut akan mulai mengalami kerontokan.
4.    350-400 rem
Pata tingkatan yang tinggi ini penderita malah bisa memicu kematian dalam jangka 2 bulan berikutnya,
5.    Lebih dari 500 rem
Hal yang sangat berbahaya berada pada tingkatan ini, karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu 30 hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa secara alami tubuh manusia memiliki mekanisme untuk melindungi diri dari kerusakan sel akibat radiasi maupun pejanan zat kimia berbahaya lainnya. Namun, radiasi pada tingkatan tertentu tidak bisa ditoleransi oleh tubuh dengan mekanisme tersebut.
PLTN Tidak Menghasilkan Karbon Dioksida
Tidak seperti pembangkit listrik berbahan bakar fosil, reaktor nuklir tidak menghasilkan polusi udara atau karbon dioksida saat beroperasi. Namun, proses untuk pertambangan dan pemurnian bijih uranium, serta pembangunan reaktor uranium memerlukan sejumlah besar energi. Pembangkit listrik tenaga nuklir membutuhkan sejumlah besar logam dan beton, yang juga memerlukan sejumlah besar energi untuk membuatnya. Jika bahan bakar fosil digunakan untuk membuat listrik yang digunakan dalam pembuatan bahan-bahan yang digunakan PLTN, maka emisi dari pembakaran bahan bakar yang digunakan dapat dikaitkan dengan listrik yang dihasilkan oleh PLTN tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar