radiasi
nuklir merupakan isu yang beredar pesat diberbagai pemberitaan media. Isu tersebut
berasal dari Negara Jepang pasca terjadinya gempa dan tsunami. Akibat
terjadinya gempa dan tsunami inilah yang menyebabkan kebocoran reaktor nuklir
di Fukushima, Jepang. Radius daerah yang terkena kontaminasi secara langsung
diperkirakan hanya mencapai 20 km.
Indonesia dipastikan aman dari kontak langsung dari radiasi nuklir
tersebut. Namun, jika terjadi akan berdampak besar bagi seluruh negara di dunia
ini, walaupun tidak terkontak langsung. Hal ini disebabkan, penularan akibat
dari penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi nuklir sangat berbahaya. Penularan
tersebut dapat melalui udara, air, tanah, makanan, minuman, terlebih lagi dari
korban penderita penyakit radiasi nuklir.
Para pecinta masakan segar ala fastfood dari Jepang patut waspada
karena radiasi ini juga bisa menular melalui makanan. Pemerintah akan melakukan
tes makanan segar seperti daging dan sayuran serta produk segar laut. Sementara
itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan mengawasi makanan olahan. Hal ini
dilakukan untuk memastikan produk makanan impor Jepang bebas dari radiasi
nuklir yang bisa berdampak pada kesehatan apalagi tingkat radiasi yang terbaca
mencapai 8.217 microsievert (1 microsievert = 1/1000 rem).
Antisipasi akibat penularan yang ditimbulkan ini bukan hanya
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tapi semua negara di dunia sibuk akan
melakukannya. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dampak yang ditimbulkan
oleh penularan ini adalah berupa penyakit yang tanda-tandanya sangat susah
dilihat secara langsung sehingga berefek panjang dan ujung-ujungnya mematikan.
Kebocoran reaktor nuklir terburuk dalam catatan sejarah pernah
terjadi di Chernobyl, Ukraina pada April 1986. Selain memicu evakuasi ribuan
warga di sekitar lokasi kejadian, dampak kesehatan masih dirasakan para korban
hingga bertahun-tahun kemudian, misalnya kanker, gangguan kardiovaskular, dan
bahkan kematian. Sejarah sudah membuktikan banyaknya korban penderita bahkan
kematian yang ditimbulkan oleh kebocoran reaktor nuklir saat itu.
Sifat dan Struktur Nuklir
Energi nuklir merupakan suatu bentuk energi yang dipancarkan
secara radiasi dengan memiliki dua sifat khas, yaitu tidak dapat dirasakan
secara langsung oleh indera manusia dan dapat menembus beberapa jenis bahan.
Dengan adanya sifat-sifat tersebut, maka untuk menentukan ada atau tidaknya
radiasi nuklir, diperlukan suatu alat pengukur berupa peralatan untuk
mendeteksi dan mengukur radiasi.
Alat pendeteksi dan pengukur radiasi nuklir terdiri atas dua
bagian, yaitu detektor dan peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu alat
yang peka terhadap radiasi, yang apabila terkena pancaran radiasi akan
menghasilkan suatu tanggapan tertentu, sedangkan peralatan penunjang merupakan
suatu peralatan elektronik yang berfungsi untuk mengubah tanggapan yang
dihasilkan detektor menjadi suatu informasi yang dapat diamati oleh panca
indera manusia atau dapat diolah lebih lanjut menjadi informasi yang berarti.
Di dalam reaktor nuklir terdapat radiasi neutron yang daya tembus
sinarnya sangat besar. Radiasi ini ditimbulkan oleh adanya atom-atom dengan
inti yang tidak stabil, karena komposisi penyusun inti tidak seimbang sehingga
terjadi perubahan struktur inti dengan sendirinya. Perubahan struktur inti ini
terjadi melalui transformasi yang dilakukan dengan proses peluruhan
sehingga melepaskan radiasi. Inti semacam ini disebut radioaktif. Zat
radioaktif ini dijuluki sebagai pembunuh yang tak kelihatan, karena keberadaan
dan bahayanya tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Zat inilah yang
terdapat di dalam nuklir dan sangat berbahaya jika masuk ke tubuh manusia
melalui radiasi.
Dampak Radiasi Nuklir
Secara umum, ada tiga gejala yang paling menentukan dan sangat
mempengaruhi saat terjadinya radiasi nuklir. Ketiganya meliputi total radiasi
yang dipejankan, seberapa dekat dengan sumber radiasi, dan yang terakhir adalah
seberapa lama korban terpejan oleh radiasi. Faktor tersebut akan menentukan
dampak apa yang akan dirasakan para korban. Radiasi yang tinggi bisa langsung
memicu dampak sesaat yang langsung bisa diketahui, sementara radiasi yang tidak
disadari bisa memicu dampak jangka panjang yang biasanya malah lebih berbahaya.
Dampak sesaat akibat radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir
adalah mual muntah, diare, sakit kepala, dan demam. Sedangkan dampak yang
muncul setelah beberapa hari terkena radiasi nuklir adalah pusing, mata
berkunang-kunang, disorientasi atau bingung menentukan arah, lemah, letih,
tampak lesu, kerontokan rambut, muntah darah, tekanan darah rendah, dan luka
susah sembuh. Dampak kronis alias jangka panjang dari radiasi nuklir umumnya
justru dipicu oleh tingkat radiasi yang rendah sehingga tidak disadari dan
tidak diantisipasi hingga bertahun-tahun. Beberapa dampak mematikan akibat
paparan radiasi nuklir jangka panjang antara lain adalah kanker, penuaan dini,
gangguan sistem saraf dan reproduksi, serta mutasi genetik. Tak hanya dampak
tersebut, bahkan dampak terbesar ketika terkena radiasi nuklir yang biasa
disebut Acute
Radiation Syndrome (ARS) yang tingkatan tinggi maka efeknya makin cepat muncul
atau dirasakan oleh korban dan makin besar pula peluang untuk menyebabkan
kematian.
Sindrom semacam ini pernah dialami oleh korban pemboman Kora
Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1986. Tingkat radiasi yang dilepaskan dalam
peristiwa tersebut sangat tinggi sehingga memicu gejala yang sifatnya sangat
akut. Kasus yang sama terjadi pada tahun 1986 di Chernobyl, sekitar 134 pekerja
dan petugas pemadam kebakaran terpapar radiasi sebesar 80-1600 rem. Dari jumlah
tersebur, dua orang tewas pada hari itu juga, sedangkan 23 orang menyusul dalam
tiga bulan berikutnya. Semua itu karena berkontak langsung dengan radiasi
nuklir.
Sementara itu, dampak yang mungkin teramati berdasarkan tingkat
radiasinya adalah:
1. 5-10 rem
Terjadi keruasakan sel, perubahan komposisi kimia darah serta
peningkatan resiko kanker. Pada paparan radiasi sebesar ini jarang ada gejala
yang bisa diamati karena efeknya akan muncul dalam jangka panjang, yaitu antara
5-20 tahun kemudian.
2. 50-55 rem
Berbagai keluhan ringan seperti perut mual, kepala pusing dan rasa
letih merupakan gejala yang sering dirasakan pada tingkatan ini. Kadang-kadamg
disertai pengelupasan kulit, bibir kering, dan mata pedih.
3. 70-75 rem
Pada tingkatan ini, radiasi bisa menyebabkan orang muntah-muntah.
Bagi yang lebih snsitif, rambut akan mulai mengalami kerontokan.
4. 350-400 rem
Pata tingkatan yang tinggi ini penderita malah bisa memicu
kematian dalam jangka 2 bulan berikutnya,
5. Lebih dari 500 rem
Hal yang sangat berbahaya berada pada tingkatan ini, karena dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 30 hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa secara alami tubuh manusia memiliki
mekanisme untuk melindungi diri dari kerusakan sel akibat radiasi maupun
pejanan zat kimia berbahaya lainnya. Namun, radiasi pada tingkatan tertentu
tidak bisa ditoleransi oleh tubuh dengan mekanisme tersebut.
PLTN
Tidak Menghasilkan Karbon DioksidaTidak seperti pembangkit listrik berbahan bakar fosil, reaktor nuklir tidak menghasilkan polusi udara atau karbon dioksida saat beroperasi. Namun, proses untuk pertambangan dan pemurnian bijih uranium, serta pembangunan reaktor uranium memerlukan sejumlah besar energi. Pembangkit listrik tenaga nuklir membutuhkan sejumlah besar logam dan beton, yang juga memerlukan sejumlah besar energi untuk membuatnya. Jika bahan bakar fosil digunakan untuk membuat listrik yang digunakan dalam pembuatan bahan-bahan yang digunakan PLTN, maka emisi dari pembakaran bahan bakar yang digunakan dapat dikaitkan dengan listrik yang dihasilkan oleh PLTN tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar